danau ranau

danau ranau
danau kebanggaan

Wednesday, April 3, 2013


AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIH


By on 4:39 PM


AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIH
A. Pengertian
الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آَيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ

Artinya: Alif Lam Ra’, inilah sebuah kitab yang ayat-ayatnya dimuhkamkan, dikokohkan serta dijelaskan secara rinci, diturunkan dari sisi Allah Yang Mahabijaksana lagi Mahatahu( QS. 11:1)

اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ

Artinya: Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik, yaitu Al-Quran yang Mutasyabih dan berulang-ulang, yang karenanya gemetarlah kulit orang-orang yang takut kepad Tuhan mereka (QS. 39:23).

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آَمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Artinya: dialah yang telah menurunkan Al-Quran kepadamu. Diantara isinya ada ada ayat-ayat muhkam yang merupakan induk, dan lainnya mutasyabih. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasayabih untuk menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada uang mengetahui takwilnya kecuali Allah, dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: kami beriman pada ayat-ayat yang mutasyabih. Semuanya itu dari sisi tuhan kami. (QS. 3:7).

Kita melihat ayat pertama menegaskan bahwa seluruh kandungan Alquran adalah Muhkam maksudnya adalah bahwa ia itu adalah kukuh dan jelas, ayat kedua menjelaskan bahwa seluruh kandungan adalah mutasayabih, maksudnya ialah bahwa ayat-ayatnya berada dalam satu ragam keindahan, gaya, kemanisan bahasa, dan daya ungkap yang luar biasa. Sedangkan ayat ketiga membagi Al-Quran menjadi dua bagian. Yaitu muhkam dan mutasyabih.
Allah SWT memberitahukan bahwa didalam Al-Quran ada ayat-ayat muhkamat yang merupakan pokok-pokok Al-Kitab ayat muhkamat artinya ayat yang jelas dan tidak samar bagi siapapun dan mengandung ayat-ayat yang maknanya samar oleh kebanyakan orang. Dan yang lain ayat Mutasyabihat yakni ayat yang maknanya berkemungkinan sejalan dengan ayat muhkan atau sejalan dengan ayat lain dari segi lafaz dan susunanya bukan dari segi maknanya.
Kesimpulan dari ayat-ayat ini adalah:
Pertama, muhkam adalah ayat-ayat yang maksud (isyaratnya) jelas dan tegas sehingga tidak menimbulkan kekeliruan pemahaman, sedangkan ayat-ayat mutasyabih tiak demikian.
Kedua, setiap orang beriman yang kukuh imannya wajib beriman kepada ayat-ayat muhkam dan mengamalkannya. Ia juga wajib beriman kepada ayat-ayat mutasyabih, tetapi juga untuk mengamalkannya.
Para ulama berikhtilaf ihwal ayat muhkam jdan mutasyabih. Ibnu Abbas berpendapat, ayat muhkam ialah ayat yang menasakh, ayat yang berkenaan dengan yat yang halal, haram, had-had, hokum-hukum, perkara yang diperintahkan, dan yang harus dikerjakan. Dari Ibnu Abbas dikatakan pula, ayat muhkamat ialah seperti apa yang dikatakan allah dalam firmannya. “katakanlah, marilah kubacakan apa yang diharamkan atasmu oleh Tuhanmu, yaitu janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan dia”. Dan firman Allah “ dan Tuhanm,u tel;ah menetapkan, janganlah kamu menyembah kecuali kepada-nya, serat ayat-ayat yang sesudahnya”. Yahya bin Ya’mar berkata, “ Ayat muhkamat ialah yang menyangkut macam-macam kewajiban, perintah, halal, dan haram. Menurut Abu Fakhitah, ayat mutasyyabihat ialah ayat-ayat pembuka surat.
Muhkan dan Mutasyabih dalam Arti umum
Muhkam berarti sesuatu yang dikokohkan ihkam al kalam berarti mengokohkan perkataan dengan mengisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang lurus dari yang sesat. Jadi, kalam muhkam adalah perkataan yang seperti itu sifatnya.
Dengan pengertian inilah Allah mensifati Al-Qur’an bahwa seluruhnya adalah muhkam sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya di atas.
Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh yakni bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain dan syubhah ialah keadaan dimana salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan diantara keduanya secaraq konkrit maupun abstak, dikatakan pula mutasyabi adalah mutasamil (sama) dalam perkataan keindahan, jadi tasyabuh al-kalam adalah kesamaan atau kesesuaian perkataan, karena sebagiaannya membetulkan sebagian yang lain.
Dengan pengertian inilah Allah mensifati Al-Quran bahwa seluruhnya adalah mutasyabih sebagaimana dijelaskan dalam surah 39:23
Dengan demikian, maka Al-Qur’an itu seluruhnya mutasyabih, maksudnya Qur’an itu sebagian kandungannya serupa dengan sebagian yang lain dalam kesempurnaan dan kkeindahannya, dan sebagiannya membenarkan sebagian yang lian serta sesuai pula maknanya, inilah yang dimaksud dengan at-tasyabuh al-‘amm atau mutsyabih dalam arti umum.

Muhkam dan Mutasyabih dalah arti khusus
Dalam Al-qur’an terdapat ayat-ayat yang muhkam dan mutasyabih dalm arti mkhusus. Mengenai pengertian muhkam dan mutasyabih terdapat banyak perbedaan pendapat. Yang terpenting diantaranya sebagai berikut:
1. Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedang mutasyabihhanyalah diketahui maksudnya oleh Allah
2. Muhkam adalah ayat yang mengandung satu wajah, sedangkan mutasyabih mengandung banyak wajah
3. Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara lagsung, tanpa memerlukan keterangan lain, sedang mutasyabiih tidak demikian; ia memerlukan penjelasan dengan merujuk pada ayat-ayat lain.
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh ulama tafsir mengenai muhkam dan mutasyabih :
1. As-Suyuthi, muhkam adalah sesuatu yang telah jelas artinya, sedangkan mutasyabih adalah sebaliknya.
2. Menurut Imam Ar-Razi, muhkam adalah ayat-ayat yang dalalanya kuat baik maksud maupun lafaznya, sedangkan mutasyabih adalah ayat-ayat yang dalalahnya lemah, masih bersifat muzmal, memerlukan takwil, dan sulit dipahami.
3. Menurut Manna Al-Qatthan muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung dan tanpa memerlukan keterangan lain, sedangkan mutasyabih tidak seperti itu, ia memerlukan penjelasan dengamn menunjuk kepada ayat lain.
Dari pendapat-pendapat tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang muhkam dan mutasyabih diatas, dapat disimpulkan bahwa ayat muhkam adalah ayat-ayat yang sudah jelas baik, lafaz maupun maksudnya sehingga tidak menimbulkakn keraguan dan keliruan bagi orang yang memahaminya. Ayat yang muhkam ini tidak memerlukan takwil karena telah jelas. Lain hal nya dengan ayat-ayat mutasyabih. Ayat-ayat mutasyabbih ini merupakan kumpulan ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an yang masih belum jelas maksudnya, hal itu dikarenakan ayat mutasyabih bersifat muzmal (gloobal) dia membutuhkan rincian lebih dalam. Selain bersifat muzmal ayat-ayat tersebut juga bersifat mu’awwal sehingga karena sifatnya ini seseorang dapat mengetahui maknanya setelah melakukan pentakwilan.
Dari penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud muhkamat adalah ayat-ayat yang telah jelas dengan sendirinya, tegas, dan terang maknanya dan tidak mengandung keraguan didalam lafaz dan maknanya. Sedangkan yang dimaksud mutasyabihat adalah ialah ayat-ayat yang mengandung banyak penafsiran karena serupa dengan ayat-ayat lainnya baik dari segi literalnya maupun dari segi maknanya.
Mutasyabih terbagi menjadi tiga kategori:
1. Kategori mutasyabih yang sama sekali tidak ada jalan bagi manusia untuk mengetahuinya, seperti waktu kiamt, kelurnya binatang-binatang diatas muka bumi dan jenis binatang tersebut.
2. Kategori mutasyabih yang manusia memiliki kemungkinan untuk mengetahhuinya seperti kata-kata yang asing dan hukum-hukum yang ambigu.
3. Kategori mutasyabih yang berada diantara dua kategori tersebut yang hakikatnya hanya dapat diketahui oleh sebagian orang yang mendalam ilmunya, dan tidak dapat diketahui oleh selain mereka. Inilah kategori mutasyabih yang disyaratkan oleh sabda Nabi SAW:
“ ya Allah, berilah dia kefahaman didalam urusan agama, dan ajarilah dia takwil”





B. Contah-Contoh Ayat Muhkam dan Mutasyabih
1. Contoh ayat muhkam

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “ hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seseorang laki-laki dan seorang perempuan dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal”. (Al-Hujarat: 13)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُون
Artinya: “hai manusia, sembahlah tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa”. (Al-Baqarah: 21)

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya: “ Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
(Al-Baqarah: 275)
2. Contoh ayat Mutasyabih
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
Artinya: “ yaitu Tuhan Yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas Arsy”.
(Thaha: 5)
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ
Artinya: “ tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali wajah Allah”. (Al-qashash: 88)

يَدُ اللَّهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ
Artinya: “tangan-tangan Allah diatas tangan mereka”. (Al-Fath: 10)

C. Pembagian ayat-ayat mutasyabih
1. Mutasyabih daris segi Lafaz
a. Yang dikembalikan kepada lafaz yang tunggal yang sulit pemaknaannya seperti, dan . dan yang dilihat dari segi gandanya lafaz itu dalam pemakaiannya seperti lafaz
b. Lafaz yang dikembalikan kepada bilangan susunan kalimatnya yang seperti ini ada tiga macam :
1. Mutasyabih karena ringkasan kalimat, seperti firman Allah
Yang dimaksud dengan disini sudah mencakup
2. Mutasyabih karena luasnya kalimat, seperti firman Allah :
Niscaya akan lebih mudah dipahami jika diungkapkan dengan
3. Mutasyabih karena susunan kalimat, seoerti firman Allah :

Akan lebih mudah dipahami bila diunggkapkan dengan

2. Mutasyabih dari segi maknanya
Mutasyabih ini adalah menyangkut sifat-sifat Allah, sifat hari kiamat, bagaimana dan kapan terjadinya.semua sifat yang demikian tidak dapat di gambarkan secara konkret karena kejadiannya belum pernah dipahami oleh siapapunn.
3. Mutasyabih dari segi lafaz dan makna
Mutasyabih da;lam segi ini menurut As-suyuthi, ada lima macam
 Mutasyabih dari segi kadarnya, seperti lafaz umum dan khhusus
Ø

 Mutasyabih dari segi caranya, seperti perintah wajib dan sunnah
Ø

 Mutasyabih dari segi waktu
Ø

 Mutasyabih dari segi tempat dan suasana ayat itu diturunkan
Ø

 Mutasyabih dari segi syarat-syarat sehingga suatu amalan itu
Øtergantung dengan ada atau tidaknya syarat yang dibutuhkan, misalnya ibadah shalat dan nikah tidak dapat dilaksanakan jika tidak cukup syaratnya.

D. Hikmah adanya ayat-ayat Mutasyabih
Ada seseorang yang bertanya “ mengapa Allah menjadikan ayat Mutasyabihat di dalm kitab suci-Nya, dan mengapa tidak dijadikan semua ayatnya muhkamat ?
Bagi orang yang mengetahui tabiat manusia sebagai mahluk yang memiliki kebebasan berakal, dan diberi beban kewajiban; yang tidak seperti binatang ternak, atau benda-benda padat yang dapat dibentuk; atau seperti malaikat yang diberi fitrah untuk taat tanpa pengaruh keinginnan mereka….karena manusia dapat mengaktikan kekuataan dan kemampuan aklnya.
Bagi rang yang mengetahui sifat suatu agama, dan sifat pemberian beban kewajiban yang berlaku didalamnya; yakni kewajiban yang di dalamnya terdapat beban dan jerih payah yang dimaksudkan sebagai pelatihan manusia di dunia demi kehidupannya yang abadi di akhirat, dengan adanya konsekuensi pemberia pahala dan balasan atas jerih payah itu.
Bagi orang yang mengatahui tabiat Islam yang berbicara kepada oranmg-orang yang mau mempergunakan akalnya, dan hendak menggerakkan akal mereka untuk meneliti dan melakukan ijtihad; mengkaji dan mengambil kesimpuln, serta tidak menghendaki mereka bermalas-malasan dan tidak mau berpikir.
Dan bagi orang yang mengetahui berbagai tabiat manusia diantara mereka ada yang senang terhadap bentuk lahiriah dan telah merasa cukup dengan bentuk literal suatu nash,. Ada yang memberikan perhatian kepada spiritualitas suatu nash, dan tidak merasa cukup dengan lahiriahnya; sehingga ada orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan ada orang yang melakukan penakwilan, ada manusia intelak dan ada manusia spiritual. Karena Al-qur’an ditujukan untuk semua kalangan manusia, maka kebijakan Allah menghendaki firman-Nya mencakup semua kategori tersebut, dan mengandung berbagai petunjuk dan dalil-dalil yang memberikan bimbingan kepada kebaikan, tentunya setelah mereka berjerih payah meneliti dan mencarinya, sehingga mereka dapat mersaih derajat yang tinggi di dunia ini, dan diberi pahala di akhirat kelak.



Ayat-ayat al-Quran baik yang muhkam maupun yang mutasyabih semuanya bersumber dari Allah swt. Jika yang muhkam maknanya jelas dan mudah dipahami sementara yang mutasyabih maknanya samar dan tidak semua orang dapat manangkapnya, mengapa tidak sekalian saja diturunkan muhkam sehingga semua orang dengan mudah memahaminya. Oleh karena itu para ulama berusaha melakukan pengkajian untuk mengetahui rahasia dan hikmah tersebut.
Adapun hikmah keberadaan ayat-ayat mutasyabih dalam al-Quran diantaranya :
  1. Ayat-ayat mutasyabih mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkap maksudnya dengan jalan lebih giat belajar, tekun mengkaji sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya. 
  2. Sekiranya al-Quran seluruhnya muhkam tentunya hanya ada satu mazhab. Sebab, kejelasannya akan membatalkan semua mazhab diluarnya. Sedangkan yang demikian tidak dapat diterima semua mazhab dan tidak memanfaatkannya. Akan tetapi jika al-Quran mengandung muhkam dan mutasyabih maka masing-masing dari penganut mazhab akan mendapatkan dalil yang menguatkan pendapatnya. 
  3. Ayat-ayat mutasyabihat merupakan rahmat Allah Swt bagi manusia yang lemah yang tidak mampu mengetahui segala sesuatu. 
  4. Keberadaan ayat-ayat ini juga merupakan cobaan dan ujian bagi manusia, apakah mereka percaya atau tidak tentang hal-hal ghaib berdasarkan berita yang disampaikan oleh orang benar. 
  5. Sebagai bukti atas kelemahan dan kebodohan manusia. Bagaimanapun besar kesiapan dan banyak ilmunya, namun Tuhan sendirilah yang mengetahui segala-galanya. 
  6. Adanya ayat-ayat mutasyabih dalam al-Quran merupakan sebuah bukti kemukjizatannya. 
  7. Mempermudah orang menghafal dan memeliharanya. Sebab setiap lafal yang mengandung banyak penafsiran yang berakibat pada ketidakjelasan akan menunjuk banyak makna. Sekiranya makna-makna tersebut diungkapkan dengan lafal secara langsung niscaya al-Quran menjadi berjilid-jilid. Hal ini tentunya menyulitkan untuk menghafal dan memeliharanya. 
  8. Memberikan ruang kepada manusia untuk menggunakan potensi yang ada yaitu akal disamping dalil-dalil yang naqli. Untuk berperan dalam mengemukakan argumen sehingga ia bebas dari taqlid.1
Hikmah Ayat-ayat Muhkamat
Adanya ayat-ayat muhkamatdalam al-Quran jelas banyak hikmahnya bagi umat manusia, diantaranya sebagai berikut :
  1. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang yang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka. 
  2. Memudahkan manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan mereka dalam mengahayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya. 
  3. Mendorong umat agar giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan al-Quran. 
  4. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya. 
  5. Memperlancar usaha penafsiran atau penjelasan maksud kandungan ayat-ayat al-Quran. 
  6. Membantu para guru, dosen, muballigh, dan juru dakwah dalam usaha menerangkan isi ajaran kitab al-Quran dan tafsiran ayat-ayatnya kepada masyarakat. 
Mempercepat usaha tahfidzul Qur’an (penghafalan al-Quran).



Al-Qur’an al-karim adalah wahyu ilahi yang diturunkan kepada penutup para nabi, Muhammad ibn Abdullah SAW, baik secara lapaz, makna, maupun gaya bahasa, yang ditulis dalam berbagai mushaf (kitab atau buku lengkap) dan diriwayatkan dirinya secara mutawatir.[1]
        Al-Qur’an merupakan sandaran Islam yang senantiasa dinamis dan mukjizat abadi, yang mampu mengalahkan dan senantiasa mengalahkan kekuatan manusia sepanjang sejarah kehidupan sejarah kehidupan umat manusia. Ia merupakan aturan Islam yang mencakup seluruh aspek dasar kehidupan umat manusia yang sesuai dengan fitrah manusia dan bersumber dari kedalaman hati nurani manusia.
        Al-Qur’an sendiri memiliki kewibawaan yang tak tertandingi jika dibandingkan dengan kewibawaan umat manusia. Ia sama sekali tidak tunduk terhadap kekuatan yang bathil, dan sebaliknya, mampu menjadikan mereka tunduk dan menerima kepemimpinan al-Qur’an yang adil dan bijaksana. Pada akhirnya, dengan mempelajari al-Qur’an, mereka dapat menerima al-Qur’an dengan rasa cinta, kerinduan, dan kesucian.[2] Menurut penulis al-Qur’an kitab suci satu-satunya yang dibaca orang banyak orang, baik yang mengerti  atau yang tidak mengerti akan maknanya, karena dari al-Qur’an terlahir banyak cabang disiplin ilmu yang bisa mendekatkan diri kita kepada Allah, maka dengan adanya makalah sederhana ini mudah-mudahan bisa lebih menambah khazanah dan wawasan kita dalam memahami isi kandungan al-Qur’an. Dalam pembuatan makalah ini juga penulis tidak mencantumkan jumlah dan bilangan ayat muhkam serta mutasyabihat menurut pendapat ulama dikarenakan kurangnya referensi yang kami miliki dan juga tidak adanya kesepakatan para ulama dalam menentukan jumlah bilangan ayat muhkam dan mutasyabihat.

A.    Pengertian ayat muhkam dan mutasyabihat
Menurut etimologi muhkam artinya suatu ungkapan yang maksud dan makna lahirnya tidak mungkin diganti atau diubah (ma ahkam al-murad bih ‘an al-tabdil wa al-taghyir) adapun mutasyabih adalah ungkapan yang maksud dan maknanya samar (ma khafiya bi nafs al-lafzh).[3]
Sedangkan menurut pengertian terminology, muhkam dan mutasyabih diungkapkan para ulama, seperti: ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara gamblang, baik melalui takwil (metapora) atau tidak.[4] Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui Allah SWT, seperti saat kedatangan hari kiamat, keluarnya Dajjal, huruf-huruf muqththa’ah.[5]
Muhkam menurut bahasa mempunyai arti yang banyak, seperti kekukuhan, keserupaan, keseksamaan dan keserupaan. Namun, meskipun demikian dapat dikembalikan kepada satu arti saja, yaitu alman’u  (pencegahan). Adapun mutasyabihat menurut pengertian bahasa biasanya dipergunakan untuk sesuatu yang menunjukan kepada kesamaan di dalam keserupaan dan keraguan yang pada galibnya membawa kepada kesamaran,[6]
Muhkam ayat yang mengandung penakwilannya hanya mengandung satu makna, sedangkan mutasyabih adalah ayat yang mengandung pengertian bermacam-macam.[7] Muhkam adalah ayat yang maknanya rasional, artinya dengan akal manusia saja pengertian ayat itu dapat ditangkap. Tetapi ayat-ayat mutasyabih mengandung pengertian yang tidak dapat dirasionalkan. Misalnya bilangan rakaat di dalam sholat lima waktu. Muhkam adalah ayat yang nasikh dan padanya mengandung pesan pernyataan halal, haram, hudud, faraidh dan semua yang wajib di amalkan. Adapun mutasyabih yaitu ayat yang padanya terdapat mansukh, dan qasam serta yang wajib di imani tetapi tidak wajib diamalkan lantaran tidak tertangkapnya makna yang dimaksud.[8]
Muhkam ialah ayat yang berdiri sendiri dan tidak memerlukan keterangan. Mutasyabih ialah ayat yang tidak berdiri sendiri, tetapi memerlukan keterangan tertentu dan kali yang lain diterangkan pula karena terjadinya perbedaan dalam menakwilnya.[9]
Muhkam ialah ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak mengandung kemungkinan nasakh. Mutasyabih ialah ayat yang tersembunyi  (maknanya), tidak diketahui maknanya baik secara aqli maupun naqli, dan inilah ayat-ayat yang hanya Allah SWT mengetahuinya, seperti datangnya hari kiamat, huruf-huruf yang terputus-putus di awal-awal surat. Pendapat ini di bangsakan Al-Alusi kepada pemimpin-pemimpin mazhab Hanafi.[10]
Al-Qur’an seluruhnya muhkamah, jika yang dimaksud dengan kemuhkamahannya adalah susunan lafal al-Qur’an dan keindahan Nazmnya. Sungguh sangat sempurna tidak ada sedikitpun terdapat kelemahan padanya, baik dalam segi lafalnya, maupun dalam segi maknanya.[11]Dengan pengertian inilah Allah SWT menurunkan al-Qur’an sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya: sebuah kitab yang telah dikokohkan ayat-ayat-Nya (Q.s. Hud: 11:1).
“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu” (Q.s Hud [11]:1)[12]

Adapun tafsiran ayat tersebut adalah: Inilah, suatu kitab yang agung tuntunannya dan yang ayat-ayatnya di susun dengan rapi oleh Allah SWT, tanpa campur tangan makhluk, kemudian  setelah keistimewaannya yang demikian agung dalam kedudukannya sebagai suatu kitab yang utuh, ia bertambah istimewa lagi karena ayat-ayatnya  di jelaskan secara terperinci juga oleh Allah SWT dan oleh Rasul-Nya yang sejak semula diturunkan dari sisi Allah Yang Maha Bijaksana Lagi Maha Tahu kepadamu, wahai Muhammad, kami menurunkannya demikian itu agar kamu semua, wahai manusia dan jin, tidak menyembuhkan selain Allah.[13] Setelah menjelaskan keistimewaan al-Qur’an dijelaskannya fungsi Nabi Muhammad, yang menerima dan menyampaikannya, yakni sesungguhnya akukhusus terhadap kamu semua, wahai manusia dan jin, diutus dari-Nya yakni dari Allah SWT, bukan atas kehendakku adalah pemberi peringatan sempurna bagi yang durhaka dan pembawa kabar gembira yang mencapai puncaknya bagi yang taat.[14]Kita juga dapat mengatakan, bahwa seluruh al-Qur’an adalah mutasyabihat, jika kehendaki dengan kemutasyabihannya, ialah kemutamatsilan I’jaz dan kesulitan kita memperhatikan kelebihan sebagian sukunya atau yang lain.[15]Dengan pengertian inilah Allah AWT menurunkan al-Qur’an seperti yang ditandaskan dengan firman-Nya, (Q.s. Al-Zumar [23]: 39)
Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun pemberi petunjuk baginya. (Q.s. Az-Zumar [39]: 23).[16]

Di dalam tafsir Al-Maragi diterangkan mengenai ayat di atas” Allah menurunkan perkataan yang terbaik yaitu Al-Qur’an-karim yang sebagiannya menyerupai sebagian yang lain dalam kebenarannya dan hikmat, juga sebagaimana bagian-bagian dari air dan udara saling menyerupai sesamanya, juga sebagaimana bagian-bagian dari tumbuh-tumbuhan dan bunga saling menyerupai sesamanya. Bagian-bagian dari al-Qur’an itu di ulang-ulang kisah-kisahnya, berita-beritanya, perintah-perintahnya, larangan-larangannya, janji dan ancamannya.[17]Apabila dibaca ayat-ayat azab dari al-Qur’an, maka kulit menjadi gemetar dan hati menjadi takut. Sedang apabila dibaca rahmat dan janji, maka kulit menjadi lunak sedang hati menjadi tenang; jiwa menjadi tentram. As-Sajad berkata: Apabila ayat-ayat disebutkan, maka gemetarlah kulit orang-orang yang takut kepada Allah SWT. Dengan kitab itulah Allah SWT memberi petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki, memberi taufik dan beriman. Dan barang siapa yang di hinakan oleh Allah SWT sehingga ia tidak beriman kepada al-Qur’an dan tidak membenarkannya, maka tak ada orang yang dapat mengeluarkan dia dari kesesatan dan tak ada yang dapat memberi taufik kepadanya untuk menempuh jalan yang benar. Kemudian Allah SWT menyebutkan alasan dari hal tersebut, yaitu perbedaan orang yang mendapatkan petunjuk dan orang yang sesat.[18]
Dalam bukunya Ahmad Von Denffer mengatakan kata ahkam  (tunggal, hukum) berasal dari kata hakama, yang berarti memutuskan diantara dua masalah. Apabila kata tersebut dalam bentuk jamak, maka artinya adalah penilaian, keputusan, dan lebih praktis lagi adalah mengambil keputusan dengan merujuk pada ayat-ayat al-Qur’an terutama yang berkaitan dengan hukum yang mengatur, dan juga termasuk menentukan kebenaran dan kekeliruan. Inilah yang disebut ahkam umum. Mutasyabihat (tunggal, mutasyabihat) berasal dari kata syubiha yang artinya meragukan. Dalam verbal noun berbentuk jamak artinya tidak tentu, atau hal yang meragukan. Dalam pengertian praktis, adalah ayat-ayat al-Qur’an yang artinya tidak jelas, atau belum sepenuhnya.[19]
Muhkam menurut bahasa terambil dari ahkamutud debaaah wa ahkamad, artinya melarang. Hukum yaitu pemisah antara dua hal. Hakim melarang orang dzolim dan memisah dua orang yang bermusuhan. Membedakan yang hak dan yang bathil, yang benar dan yang dusta. Mutasyabuh menurut bahasa terambil dari tasyabih, yaitu yang satu diserupakan dengan yang satu lagi. Sabhatu artinya tidak berbeda yang satu dan yang satu lagi.[20]
Pendapat Ragihib Isfahani mengatakan bahwa mutasyabih adalah ayat yang sulit ditafsirkan karena adanya kesamaran dengan yang lain, baik dari sisi lafazh seperti al-yadd, al-‘ayn dan lain-lain.[21]Mutasyabih dari segi makna adalah seperti sifat-sifat Allah SWT dan sifat-sifat hari kiamat, sebab sifat-sifat tersebut tidak bisa kita vaktualisasikan karena tidak tergambar di dalam jiwa dan bukan genus sehingga kita bisa merasakannya.[22]
Pendapat Asham, muhkam adalah ayat yang dalilnya jelas, seperti dalil-dalil tentang keesaan, kekuasaan, dan hikmah sementara mutasyabih adalah ayat yang membutuhkan perenungan dan pemikiran untuk menjelaskannya.[23]
Dari beberapa definisi diatas dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan ayat muhkam adalah ayat yang sudah jelas maksudnya walaupun tanpa dijelaskan dengan ayat-ayat yang lain. Sedangkan yang dimaksud dengan ayat mutasyabihat adalah ayat yang masih memerlukan penjelasan dari ayat yang lain karena masih samar-samar.

B.     Sikap Para Ulama Terhadap Ayat-Ayat Mutasyabihat
1.      Madzab Salaf, yaitu para ulama yang mempercayai dan mengimani ayat-ayat mutasyabih dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT sendiri. Mereka menyucikan Allah SWT dari pengertian-pengertian lahir yang musahil Qur’an. diantara ulama yang masuk dalam kelompok ini adalah Imam Malik bagi Allah SWT dan mengimaninya sebagaimana yang diterangkan dalam al-Qur’an ketika ditanya tentang istiwa; ia menjawab:  Istiwa itu maklum, sedangkan caranya diketahui, dan mempelajarinya bid’ah. Aku kira engkau adalah orang yang tidak baik. Keluarkanlah ia dari tempatku.
Ibn Ash-Shalah menjelaskan bahwa mazhab salaf ini dianut oleh generasi dan pemuka umat Islam pertama. Mazhab ini pulalah yang dipilih imam-imam dan para pemuka fiqih. Kepada mazhab ini pulalah, para imam dan pemuka Hadis mengajak para pengikutnya. Tidak ada seorang pun di antara para teolog dari kalangan kami yang menolak mazhab ini.[24]
2.      Mazhab khalaf,  yaitu para ulama yang berpendapat perlunya menakwilkan ayat-ayat mutasyabih yang menyangkut sifat-sifat Allah SWT sehingga melahirkan arti yang sesuai dengan keluhuran Allah SWT. Imam Al-Haramain (w.478 H) pada mulanya termasuk mazhab ini, tetapi kemudian menarik diri darinya. Dalam  Ar- Risalah An-Nizamiyah, ia menuturkan bahwa prinsip yang dipegang dalam beragama adalah mengikuti mazhab salaf sebab mereka yang memperoleh derajat dengan cara tidak menyinggung ayat-ayat mutasyabih. Untuk menengahi kedua mazhab yang kontradiktif itu, Ibn Daqiq Al-Id mengatakan bahwa apabila penakwilan yang dilakukan terhadap ayat-ayat mutasyabih dikenal oleh lisan Arab, penakwilan itu tidak perlu di ingkari. Jika dikenal oleh lisan Arab, kita harus mengambil sikap tawqquf  (tidak membenarkan dan tidak pula menyalahkannya) dan mengimani maknanya sesuai apa yang dimaksud ayat-ayat itu dalam rangka mensucikan Allah SWT. Namun, bila arti lahir ayat-ayat itu dapat di pahami melalui percakapan orang Arab, kita tidak perlu mengambil sikap tawqquf.
Ibn Quthaibah (w.276 H ) menentukan dua syarat bagi absahnya sebuah penakwilan. Pertama, makna yang dipilih sesuai dengan hakikat kebenaran yang di akui oleh mereka yang memiliki otoritas. Kedua, arti yang dipilih dikenal oleh bahasa Arab yang klasik, syarat yang dikemukakan ini lebih longgar dari pada syarat kelompok Azh-Zhahiriyahyang menyatakan bahwa arti yang dipilih tersebut harus dikenal secara populer oleh masyarakat Arab pada masa awal.[25]

C.    Hikmah Keberadaaan Ayat Mutasyabih Dalam al- Qur’an
Diantara hikmah keberadaan ayat-ayat mutasyabih di dalam al-Qur’an dan  ketidak mampuan akal untuk mengetahuinya adalah sebagai berikut:
1.      Memperlihatkan kelemahan akal manusia.
Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana Allah SWT memberikan cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal merupakan anggota badan paling mulia itu tidak di uji, tentunya seseorang yang berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri kehambaannya.[26]
Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah SWT karena kesadarannya akan ketidak mampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih itu.[27]Menurut penulis disini keimanan kita di uji apakah kita percaya atau tidak terhadap ayat-ayat mutasyabih, karena ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang memang masih samar-samar sehingga keimanan kita di uji kembali. Jika seluruh ayat al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka sirnalah ujian keimanan dan amal perbuatan lantaran pengertian ayat-ayat yang jelas dan sebaliknya orang yang tidak tahan uji terhadap cobaan maka mereka akan ingkar terhadap ayat-ayat mutasyabihat.
2.      Teguran bagi orang-orang yang mengotak atik ayat mutasyabih.
Sebagai cercaan terhadap orang yang mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih. Sebaliknya, memberikan pujian pada orang-orang yang mendalami ilmunya, yakni tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata” rabbanaa la tuzigh quluubana. [28]Mereka menyadari keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu laduni. menurut penulis disini Allah memberikan pujian bagi orang yang beriman karena keimanannya dan memberikan petunjuk-Nya. Sementara bagi orang kafir yang suka mengotak-atik ayat-ayat al-Qur’an Allah SWT akan tambah menyesatkan mereka. Adanya ayat muhkam memudahkan manusia mengetahui maksud ayat tersebut dan menghayati untuk diamalkan dalam kehidupan. Disisi lain, adanya mutasyabihat memotivasi manusia untuk senantiasa menggunakan dalil akal di samping dalil naqal.
Allah SWT sengaja menjadikan al-qur’an yang muhkam dan mutasyauh sebagai ajang uji coba atas keimanan hamba-hamba-Nya. Orang yang benar keimanannaya sadr bahwa al-qur’an seluruhnya dari sisi Allah SWT dan segala yang datang dari Allah SWT adalah haq dan tidak tercampur dengan kebathilan atau hal yang bertentangan.
3.      Memberikan pemahaman absrak ilmiah kepada manusia melalui  pemahaman  inderawi yang biasa disaksikannya.
Sebagaimana dimaklumi bahwa pemahaman diperoleh manusia tatkala ia diberi gambaran inderawi terlebih dahulu. Dalam kasus sifat-sifat Allah SWT, sengaja Allah SWT  memberikan gambaran fisik agar manusia dapat lebih mengenal sifat-sifat-Nya. Bersamaan dengan itu, bahwa dirinya tidak sama dengan hamba-Nya dalam hal pemilikan anggota badan[29]. Menurut penulis adanya muhkam dan mutasyabihat sebagai bukti kejelasan al-Qur’an yang memiliki mutu tinggi nilai sasteranya, agar manusia meyakini bahwa itu bukan produk Muhammad SAW, tetapi produk Allah SWT, agar mereka melaksanakan isinya. Kenapa Allah SWT memberikan penggambaran diri-Nya? Hal itu dikarenakan agar manusia dapat memahami ayat-ayat mutasyabihat tentang Allah SWT. Kita bisa mengambil sebuah contoh dalam al-qur’an di katakana” yadullah fauqa aidihim” yang artinya tangan Allah SWT di atas tangan mereka. Dalam memahami ayat tersebut kita tidak bisa memahami secara tekstual tetapi harus di pahami secara tafsiri, tangan disana kita artikan sebagai kekuasaan, sehingga artinya “ kekuasaan Allah SWT di atas kekuasaan mereka.


     KESIMPULAN
               Muhkam menurut terminologi artinya suatu ungkapan yang maksud dan makna ungkapan lahirnya tidak mungkin diganti atau diubah.  Sedangkan mutasyabihat adalah ungkapan yang makna lahirnya masih samar. Seperti yang penulis ungkapan pada pengertian muhkam dan mutasyabihat pada pembahasan bab pertama tadi, artinya penulis sepakat bahwa yang dimaksud dengan muhkam adalah sebuah ayat yang maksudnya sudah dapat dipahami tanpa penafsiran lebih detil, sementara yang dimaksud dengan mutasyabihat adalah ayat yang masih samar-samar dan perlu penjelasan lebih detil supaya dalam memahami ayat lebih mudah.
              Adapun pendapat ulama mengenai ayat muhkam tidak ditemukan perbedaan yang sangat mendasar, sementara dalam memahami ayat mutasyabihat para ulama sepakat bahwa dalam memahami ayat tersebut membutuhkan perenungan dan pemikiran untuk menjelaskannya.
              Diantara hikmah keberadaan ayat muhkam dan mutasyabihat dalam al-Qur’an, adalah:
a.       Memperlihatkan kelemahan akal manusia.
b.      Teguran bagi orang-orang yang mengotak atik ayat mutasyabih.
c.       Memberikan pemahaman abstrak ilmiah kepada manusia melalui pemahaman inderawi yang biasa disaksikannya.


DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Wahid, Ramli, Ulumul Qur’an, cet III, Jakarta: PT Raja Granfindo Persada, 1996.
Al-Maragi, Mustafa Ahmad, Tafsir Al-Maragi, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1974.
Anwar, Rosihon, Ulumul Qur’an, cet II, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004.
Ash-Shiddieqy,TM, Hasby, Ilmu-Ilmua al-Qur’an: Ilmu-Ilmu Pokok dalam Menafsir al-Qur’an, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002.
Ayatullah M. Bakir Hakim, Ulumul Quran, cet III terjemah oleh Nashirul haq dkk, Jakarta: Al-huda, 1427.
Al-jurjani, At-Ta’rift, Ath –Thaba’ah wa An-Naysr wa At-Tauzi, Jeddah, t.th.
Ahmad, Denffer Von, Ilmu al-Qur’an; An Introduction to The Sciences of The al-Qur’an, terjemah oleh Ahmad Nasir Budiman, Jakarta: Raja wali, 1988.
Chalik, H. Chaerudji Abd, ‘Ulum al-Qur’an, Jakarta: Diadit Media, 2007.
Marzuki, Kamaluddin, Ulum al-Qur’an, Bandung: Remaja Rodaskarya,1994.
Quthan, Mana’ul, Mabathist Fii Ulumil Qur’an, terjemah oleh Halimuddin, Jakarta: Rieneke Cipta, 1995.
Shihab, Quraish, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1992.
Shihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Syadali, H. Ahmad, dan Rofi’I, H. Ahmad, Ulumul Qur’an, cet II, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000.



[1]  Ayatullah M. Bakir Hakim, Ulumul Quran, cet III terjemah oleh Nashirul haq dkk, Jakarta: Al-huda, 1427, h.1

[2]  Ibid., h. 2.
[3]  Al-jurjani, At-Ta’rift, Ath –Thaba’ah wa An-Naysr wa At-Tauzi, Jeddah, t.th, h. 200.

[4]  Quraish Shihab, Membumikan Al-qur’an, Bandung: Mizan, 1992, h.90.

[5]  Rosihon Anwar, Ulumul Qur’anI, cet II, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004, h. 125.

[6]  H. A. Chaerurudji Abd, Chalik, ‘Ulum Al-qur’an, Jakarta: Diadit Media, 2007, h. 139.
[7]  Kamaluddin Marzuki, Ulum al-qur’an, Bandung: Remaja Rodaskarya, 1994, h. 115
[8]  Ibid, h. 116.

[9]  H. Ahmad Syadali dan H. Ahmad Ropi’I, Ulumul Qur’an, cet II, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000, h. 202,

[10]  Ramli Abdul Wahid, Ulumul ur’an, cet III, Jakarta: PT Raja Granfindo Persada, 1996, h. 83.
[11]  Tengku Muhammad Hasby AS-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-qur’an: Ilmu-ilmu Pokok dam Menafsir Al-qur’an, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002, h. 169.

[12]  Departemen Agama Republik Indonesia, Al-qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: PT Kumudasmoro Grafindo Persada, 1994, h.326.

[13]  M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan kesan dan keserasian al-qur’an, Jakart: Lentera Hati, 2002, h. 177.

[14]  Ibid, h. 178.

[15]  Tengku Muhammad Hasby Ash-shiddieqy, of. Cit…h. 169.

[16] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: PT Tanjung Mas Inti Semarang, 1995, h.749.

[17]  Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsit Al-Maragi, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1974, h.297.
[18]  Ibid, h.298.
[19]  Denffer Von Ahmad, Ilmu Al-qur’an An Introduction To The Sciences of the Al-qur’an, terjemah oleh Ahmad Nasir Budiman, Jakarta: Raja wali, 1988, h.

[20]  Mana’ul Qathan, Mabahits fii Ulumul Qur’an, terjemah oleh Halimuddin, Jakarta: Rienike Cipta, 1995, h. 2-3.

[21]  M. Baqir Hakim, Ulumul Qur’an,…of. Cit. h.262.
[22]  Ibid, h. 263

[23]  Ibid, h. 265.
[24] Ibid, h. 265             
[25] Ibid, h. 267.

[26] Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, op,  cit,…h.142.

[27]Ibid, h.142.
[28] Ibid, h. 142
[29]Ibid,h. 143
Diposkan oleh Yusri FATTALA

www. muhammad_ihsan77@ymail.com

Blog ini
Di-link Dari Sini
Web

Minggu, 28 Maret 2010

MAKALAH ULUMUL QUR’AN
AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIH
SERTA FAWATIHUS SUWAR

Disusun sebagai tugas mata kuliah Ulumul Qur’an
Pengasuh :
Drs. H. Sholichin, Mag.


PENYUSUN :
1.Afista Putri R.S
2.Miftakhul Munib Ubaid
3.Muh. Ikhsanur Rizal
4.Agustin Wulandari
5.Yeni Tri Lestari

PROGRAM S1 PAI
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
“ AL – MUSLIHUUN “
TLOGO - KANIGORO - BLITAR








Kata Pengantar

Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ulumul Qur’an semester II tingkat 1.
Harapan penulis, kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk dijadikan sebagai bahan referensi dalam mempelajari bahasan ini.
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati akan menerima kritik, saran yang kronstruktif.


Blitar, 21 November 2009

Tim penyusun
Kel. 04 / C2
Daftar Isi

Halaman judul.................................................................................. I
Kata Pengantar ................................................................................ II
Daftar Isi ........................................................................................ III

BAB I
Pendahuluan ......................................................................................4
BAB II
Ayat Muhkam Dan Ayat Mutasyabih....................... ........................5
BAB III
Fawatihus Suwar.................................................................................9
BAB IV
Penutup..............................................................................................10
Daftar Pustaka ...................................................................................20


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Studi atas Al-qur’an telah banyak dilakukan oleh para ulama dan sarjana tempo dulu, termasuk para shahabat di zaman Rosululloh saw. Hal itu tidak lepas dari disiplin dan keahlian yang dimiliki oleh mereka masing-masing. Ada yang mencoba mengolaborasai dan melakukan eksplorasi lewat perpekstif keimanan, historis, dan bahasa dan sastra, pengkodifikasian, kemu’jizatan, penafsiran serta telaah kepada huruf-hurufnya. Para ulama’ mengidentifikasi masalah ini sebagai masalah yang paling rumit untuk dikaji oleh para peneliti Al-Qur’an dari sudut ilmiah dan istoris.
Hal yang paling mendasari penyusunan makalah ini adalah perandingan penciptaan alam dari segi sains dan al qur’an. Disamping itu untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah ilu alamiah dasar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah makalah ini mencakup beberapa permasalahan dari Ilmu Ulumul Qur’an yaitu sebagai berikut :
1. Apakah Pengertian Ayat Muhkam dan Mutasyabih?
2. Apakah Kriteria Ayat Muhkam dan Mutasyabih ?
3. Bagaimanakah Sikap Para Ulama’ Terhadap Ayat Muhkam dan Mutasyabih?
4. Apakah Definisi dan Macam – macam Fawatihus Suwar ?
5. Adakah Keurgensian Ketika Mempelajari Fawatihus Suwar ?
6. Apakah Hikmah Ayat Muhkam dan Mutasyabih ?
1.3 Ruang Lingkup
Menjelaskan tentang Ayat – ayat Muhkam dan Ayat mutasyabih serta fawatihus Suwar.

1.4 Tujuan Penulisan
Tujuan merupakan ungkapan sasaran – sasaran yang ingim dicapai dalam makalah ini. Dan dalam makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut
1.Mengetahui tentang pengetian Ayat Muhkam dan Mutasyabih
2.Mengetahui Kriteria Ayat Muhkam dan Mutasyabih
3.Mengetahui Khilafiah Sikap Para Ulama’ Terhadap Ayat Muhkam dan Mutasyabih?
4.Mengetahui tentang pengetian Fawatihus Suwar dan macam - macamnya
5.Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Ulumul Qur’a

BAB II
AYAT MUHKAM DAN AYAT MUTASYABIH
2.1 Pengertian
secara bahasa bahwa yang disebut Muhkam adalah sesuatu yang paten dan kokoh, sedang mutasyabih adalah adanya penyerupaan antara dua jenis benda.
Dalam hal ini pengertian ayat-ayat muhkam menurut istilah syar’i adalah ayat- ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedang ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang hanya diketahui maknanya oleh Allah sendiri. Ayat muhkam berarti ayat yang memiliki satu bentuk (wahjun), sedang mutasyabih mengandung banyak wajah. Ayat muhkam juga berarti ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung, sedang mutasyabih adalah ayat yang memerlukan penjelasan dengan merujuk kepada ayat-ayat yang lain. Para ulama memberikan contoh beberapa ayat-ayat muhkam, diantaranya adalah ayat-ayat yang membahas masalah halal dan haram, hudud, kewajiban, janji dan ancaman.
Bentuk bentuk ayat – ayat Mutasyabih yang terdapat dalam Al-Qur’an ada dua macam.
1.Hakiki, yaitu apa yang tidak dapat diketahui dengan nalar manusia, seperti hakikat sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Walau kita mengetahui makna dari sifat-sifat tersebut, namun kita tidak pernah tahu hakikat dan bentuknya, sebagaimana firman Allah SWT.
“Artinya : Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmuNya” [Thahaa : 110]
Bentuk Mustasyabih yang ini tidak mungkin untuk dipertanyakan sebab tidak mungkin untuk bisa diketahui hakikatnya.
2.Relatif, yaitu ayat-ayat yang tersamar maknanya untuk sebagian orang tapi tidak bagi sebagian yang lain. Artinya dapat dipahami oleh orang-orang yang mendalam ilmunya saja.
Bentuk Mutasyabih yang ini boleh dipertanyakan tentang penjelasannya karena diketahui hakikatnya, karena tidak ada satu katapun dalam Al - Qur’an yang artinya tidak bisa diketahui oleh manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : (Al-Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa” [Ali-Imran : 138]
Sikap Para Ulama Terhadap Ayat-Ayat Muhkamat Dan Mutasyabihat
Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini. Perbedaan itu muncul dari pemahaman mereka terhadap firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 7. Sebagian Ulama, terutama ulama salaf berpendapat bahwa mutasyabih itu tidak dapat diketahui kecuali hanya Allah, dalam hal ini, mereka mencoba mengembalikan ayat-ayat mutasyabih kepada ayat- ayat muhkam. Al-raghib Al-Ashfahani berpendapat bahwa ayat-ayat mutasyabih terbagi menjadi tiga (3) bagian, yaitu
1.Ayat yang tidak bisa dijangkau oleh akal manusia, hanya Allah sendiri yang mengetahuinya, seperti hari kiamat dan alam gaib.
2.Ayat yang berkaitan dengan hukum/bahasa
3.Ayat yang hanya diketahui oleh ulama-ulama tertentu yang sudah mendalami ilmu ayat.
D. Hikmah adanya ayat-ayat mutasyabihat
Kalau seandainya Al-Qur’an seluruhnya Muhkam, maka akan hilanglah hikmah dari ujian pembenaran dan amal perbuatan, karena maknanya sangat jelas dan tidak ada kesempatan untuk menyelewengkannya atau berpegang kepada ayat Mutasyabih untuk menebarkan fitnah dan merubahnya. Dan kalau seandainya Al-Qur’an seluruhnya adalah Mutasyabih, maka akan lenyaplah posisi Al-Qur’an sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia serta tidak mungkin untuk melakukan amal ibadah dengannya dan membangun aqidah yang benar diatasnya. Akan tetapi
Beberapa Hikmah adanya Ayat Mutasyabih adalah :
1.Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hikmahNya menjadikan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an Muhkam agar bisa dijadikan rujukan ketika terdapat makna yang tersamar.
2.Ayat Mutasyabih merupakan ditujukan sebagai ujian bagi para hamba agar terlihat jelas orang yang benar-benar beriman dari orang yang dihatinya terdapat penyakit, karena orang yang benar-benar beriman akan mengakui, bahwa Al-Qur’an seluruhnya berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan apa saja yang berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah benar, tidak mungkin ada kebathilan atau kontradiksi sedikitpun padanya.
3.Memperbanyak pahala bagi orang yang memiliki kecendrungan mendalami Alquran. Karena semakin banyak bidang kajian yang harus dikembangkan.
4.Pembenaran terhadap adanya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam, sehingga setiap kelompok umat menyadari keterbatasannya dalam memahami firman Tuhan. Sebagai konsekwensi logis dari kesadaran ini adalah tidak adanya fanatisme golongan yang menafikan kebenaran pada pihak lain.
3.Meningkatkan semangat keilmuan di kalangan umat Islam yang berupaya memahami makna ayat-ayat mutasyabihat, sehingga lahirlah berbagai macam metode istinbath hukum yang sangat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
4.Sebagai agama dakwah, ajaran Islam tertuju kepada semua lapisan umat manusia, awam maupun intelek. Karena itu gambaran antrophomorfis tantang Tuhan dapat menggiring masyarakat ‘awam untuk mengenal Tuhan sebagai Dzat yang Immateri.


ur'an : Ilm

BAB III
FAWATIHUS SUWAR
A.Pengertian Fawatih al-Suwar
Di dalam Al-Qur’an terdapat huruf-huruf awalan dalam pembukaan surat dalam bentuk yang berbeda - beda. Hal ini merupakan salah satu ciri kebesaran Allah dan kehamdatahuan-Nya,sehingga kita terpanggil untuk menggali cirri kebesaran Allah dankemahatahuan-Nya, sehingga semakin dikaji ayat - ayat tersebut. Dengan adanya suatu keyakinan bahwa semakin dikaji ayat-ayat itu, maka semakin luas pengetahuan kita. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perkembangan ilmu tafsir yang kita lihat hingga sekarang ini. Dan diantara ulama yang mengidentikannya adalah Manna Khalil al-Qathan dalam karya nya ‘‘Mabahis Fi Ulum al-Qur’an’’padahal huruf al-Muqaththa’ah bagian dari fawatih al-suwar.
Lalu bagaimana memahami huruf - huruf yang terdapat dalam pembukaan - pembukanaan surat serta bagaimana hubungannya dengan sejarah turunnya Al - Qur’an.
Dari segi bahasa, fawatih al-suwar adalah pembukaan surat yang terdapat dalam al-qur’an, karena posisinya terletak diawal surat dalam al-qur’an. Seluruh surat dalam al-qur’an di buka dengan sepuluh macam pembukaan dan tidak ada satu surat pun yang keluar dari sepuluh macam tersebut. Setiap macam pembukaan memiliki rahasia tersendiri sehingga sangat penting untuk kita pelajari.. Ia merupakan bagaian ayat mutasyabihat, karena ia bersifat mujmal (global), mu’awwal (memerlukan takwil), danmusykil (sukar dipahami).
B. Macam-Macam fawatih al-suwar.
Beberapa ulama telah melakukan penelitian tentang fawatih al-suwar dalam al-Qur’an, diantaranya adalah imam al-Qasthalani, beliau membagi kepada sepuluh macam. Sementara ibnu Abi al-Isba juga telah melakukan penelitian dan beliau membagi kepada lima macam saja,dan dalam pembahasan ini kami akan mengetengahkan pendapat al-Qasthalani :Adapun sepuluh macam menurut beliau adalah:
1. Pembukaan pujian kepada Allah swt yang ada dua macam yaitu:
a.menetapkan sifat-sifat terpuji (الاءثبات الصفات الماض). Dengan manggunakan lafaz yaitu:
1.memakai lafaz hamdalah yakni dibuka dengan الحمد لله yang terdapat dalam lima surat : Q.S. Al Fatihah, Al An'am, Al Kahfi, Saba, dan Fathr.
2.memakai lafaz تبارك terdapat dalam dua surat yaitu Q.S. Al Furqon dan Al Mulk
b.Mensucikan Allah dari sifat-sifat negatif (تشبح عن صفات نقص) dengan menggunakan lafaz tasbih (يسبح, سبح, سبح, سبحن). Sebagai mana terdapat dalam tujuh surat yaitu : Q.S. Al Isra, al A'la, al Hadid, al Hasyr, as shaff, al jum'ah, dan at Taghabun.
2.Pembukaan dengan panggilan/al istiftah bin nida (الا ستفتح بنداء)
Nida disini ada 3 macam, yaitu Nida untuk nabi, misalnya (ياايها النبي) terdapat dalam tiga surat yaitu: Q.S. Al Ahzab, At Tahrim dan At Thalaq.( ياأيها المزمل ) dalam Q.S. al Muzammil dan term ( ياأيها المدثر ); Nida untuk Mukminin (ياايها الذين امنوا) dengan term ياأيها الدين امنوا terdapat dalam Q.S. Al Maidah dan Al hujurat. Dan Nida untuk manusia (ياايها الناس) terdapat dalam dua surat yaitu: Q.S. An Nisa dan Q.S. Al Hajj. Menurut As Suyuthi pembukaan dengan panggilan ini terdapat dalam 10 surat, yakni ditambah dengan Q.S.Al-Mumtahanah.
3.Pembukaan dengan huruf-huruf yang terputus (الا ستفتح بالاحرف المنقطعه)
Pembukaan dengan huruf-huruf ini terdapat dalam 29 surat dengan memakai 14 surat tanpa diulang yaitu: ا, ى, ه, ن, م, ل, ق ,ع, ط, ص, س, ر,ح. Penggunaan huruf-huruf di atas dalam fawatih al-Suwar disusun dalam 14 rangkaian, yang terdiri dari beberapa bentuk sebagai berikut:
a)Terdiri dari satu huruf, terdapat dalam tiga surat yakni ص (QS.Shad), ق (QS.Qaf), dan ن (QS, Qalam/Nun ).
b)Terdiri dari dua huruf, terdapat dalam 10 surat, 7 surat dinamakan Hawamim(surat-surat yang dibuka dengan Hamim), yakni: (QS, Al-Mukmin,Al-fussilat, Al-surra, Al- Zuhruf, Al- Dukhan, Al- Jatsiah, Al- Ahqaf), طه (QS, Taha), طس (QS, Naml) يس (QS, Yasin).
c)Terdiri dari tiga huruf, enam surat dimulai dengan الم yaitu: (QS, Al-Baqarah, Al- Imran, Al-Ankabut, Ar-Rum, Lukman, dan Al-Sajdah), lima surat dimulai denganاالر yaitu: (QS, Yunus, Hud, Ibrahim, Yusuf dan Al-Hijr), dan dua surat dimulai denganطسم yaitu: (QS, Qashash dan Asy-Syuaro).
d)Terdiri dari empat huruf yaitu terdapat dalam 2 rangkaian dan 2 surat, yakni المر (Q.S. Ar Ra'du) dan المص (Q.S. Al A'raf).
e)Terdiri dari lima huruf yaitu terdapat dalam 2 rangkaian dan 2 surat, yakni كهيعص (Q.S. Maryam) dan حم عسق (Q.S. As Syu'ra).
4.Pembukaan dengan sumpah(الاءتتفناحبقسام)
Terdapat dalam 16 surat dibagi kepada tiga bagian sebagai berikut:
a)Sumpah dengan benda angkasa misalnya: والنجم (QS, An-Nazm), والسماء والطارق (QS, Ath-Thariq), dan lain-lain.
b)Sumpah dengan benda bawah misalnya: والتين (QS, At-Tin), والعديت (QS, Al_’Adiyat), dan lain-lain
c)Sumpah dengan waktu misalnya: والعصر (QS, Al-Ashr), واليل (QS, Al-Lail), dan lain-lain.
5.Pembukaan dengan kalimat (jumlah)
Khabariah ada 23 surat dan dibagi dua macam sebagai berikut:
a. Jumlah ismiyah, jumlah ismiyah menjadi pembuka surat yang terdiri dari 11 surat yaitu: براءة من الله ورسوله (QS, At-Taubat), سورة انزلناها وفرضناها (QS, An-Nur) . Q.S. Az Zumar, Q.S. Muhammad, Q.S. Al Fath, Q.S. Ar Rahman, Q.S. Al Haaqqah, Q.S. Nuh, Q.S. Al Qodr, Q.S. Al Qori'ah, dan Q.S.Al-Kautsar.
b. Jumlah fi’liyah, jumlah fi’liyah yang menjadi pembuka surat terdiri dari 12 surat yaitu: يسئلونك عن الانفال (QS, Al-Anfal), قد افلح المؤ منون (QS, Al-Mukminun) , Q.S. Al Anbiya, Q.S. Al Mujadalah, Q.S. Al Ma'arij, Q.S. Al Qiyamah, Q.S. Al Balad, Q.S. Abasa, Q.S. Al Bayyinah, Q.S. At Takatsur.
6.Pembukaan dengan Syarat (الاءستفتاح با لشرط)
Terdiri dari tujuh surat misalnya اذالشمس كورت (QS, At-Takwir).اذالسماء انفطرت (QS, Al Inpithar) dan lain-lainnya.
7.Pembukaan dengan kata perintah.
Adapun pembukaannya terdiri dari enam surat yaitu: dengan kata اقرا dalam surat Al-Alaq, dan dengan kata قل dalam surat al-Jin, al-Kfirun, al-Falaq, dan al-Annas.
8.Pembukaan dengan pertanyaan.(al-Istiftah bil Istifham).
Bentuk nya ada dua dan terdapat empat surat dalam al-Qur’an. Yaitu:
a. Pertanyaan fositif misalnya: هل اتي علي الانسان (QS. Ad-dahr).
b. Pertanyaan negatif misalnya: الم نشرح لك صدرك (QS, Al-Insyirah),
9.Pembukaan dengan do’a
Ada tiga surat didalam al-Qur’an. Misalnya:ويل للمطففين (QS, Al-Muthaffifin).
10.Pembukaan dengan alasan (al-Istiftah bit-Ta’lil).
Ada satu surat didalam al-Qur’an. Misalnya لايلف قريش (QS. Al-Qurais)

C. Pendapat Ulama Tentang Fawatih al-Suwar.
Para ulama salaf dalam menyikapi ayat-ayat mutasyabihat yang terletak pada awal surat berpendapat bahwa ayat-ayat tersebut telah tersusun sejak azali sedemikian rupa, melengkapi segala yang melemahkan manusia dan mendatangkan seperti Al-Qur’an. Karena kehatian-hatiannya, mereka tidak berani memberipenafsiran dan tidak berani mengeluarkan pendapat yang tegas terhadap huruf itu. Dan mereka berkeyakinan bahwa Allah sendiri yang mengetahuitafsirannya. Hal ini menjadi suatu kewajaran yang berlaku bagi ulama salaf karena dalam hal teologi pun menolak terjun dalam pembahasan tentanghal-hal yang suci seperti ungkapannya: “Istimewa Allah adalah cukupdiketahui, hal ini harus kita percayai, mempersoalkan hal itu adalah bid’ah”.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Asy-Sya’bi yang dikutip oleh Subhi Sholih menyatkaan “ Huruf awalan itu adalah rahasia Al-Qur’an ”. Hal ini sebagaimana diperjelas dengan perkataan Ali bin Abi Tholib.“ Sesungguhnya bagi tiap-tiap kitab ada saripatinya, saripati Al-Qur’an iniadalah huruf-huruf Hijaiyah”. Abu Bakar Ash-Sidiq pernah berkata: “ Ditiap - tiap kita ada rahasianya, rahasia dalam Al-Qu’an adalah permulaan-permulaan surat”.
Pendapat atau penafsiran para mufasir tentang Fawaithus Suwar:
1. Mufasir dari Kalangan Tasawuf.
Ulamaa tasawuf berpendapat bahwa fawatihus Suwar adalah huruf-huruf yang tepotong-potong yang masing-masing diambil darinama Allah, atau yang tiap-tiap hurufnya merupakan penggantian darisuatu kalimat yang berhubungan dengan yang susudahnya atau hurufitu menunjukkan kepada maksud yang dikandung oleh surat yang suratitu dimulai dengan huruf-huruf yang terpotong-pootng itu.
2. Mufasir Orientalis
Pendapat yang palinng jauh menyimpang dari kebenaran adalah dari seorang orientalis yang bernama Noldeke dari Jerman, yang kemudian dikoreksi, bahwa awalan surat itu tidak lain adalah huruf depan dan huruf belakang dari nama-nama para sahabat Nabi. Misalnya: Huruf Sin adalah dari nama Sa’ad Bin Abi Waqosh, Mim adalah huruf depan dari nama Al-Mughiroah, huruf nun adalah dari nama Usman Bin Affan.
3. Al-Khuwaibi
Al-Khuwaibi mengatakan bahwa kalimat- kalimat itu merupakan tasbih bagi Nabi. Mungkin ada suatu waktu Nabi berada dalam keadaan sibuk dan lain sebagainya.
4. Rasyid Ridha
As-sayyid rasyid ridha tidak membenarkan al-quwaibi diatas, karena nabi senantiasa dalam keadaan sadar dan senantiasa menanti kedatangan wahyu. Rasyid ridha berpendapat sesuai dengan ar-Razi bahwa tanbih ini sebenarnya dihadapkan kepada orang-orang musyrik mekkah dan ahli kitab madinah. Karena orang-orang kafir apabila nabi membaca al-Qur’an mereka satu sama lain menganjurkan untuk tidak mendengarkannya, seperti dijelaskan dalam surat fushilat ayat 26.
5. Mufasir Dari Kalangan Syi’ah
Kelompok syi’ah berpendapat bahwa jika huruf-huruf awalah itu dikumpulkan setelah dihapus ulangan-ulangannya maka akan berarti : “Jalan Ali adalah kebenaran yang kita pegang teguh”. Perwakilan itu kemudian dijawab oleh kelompok Ahlu Sunnnah, dan jawabannya berdasarkan pengertian yang mereka peroleh dari huruf-huruf awalan itu yang juga dihapus di ulangan-ulangannya dengan mengatakan “Benarlah jalanmu bersama kaum Ahlu Sunnah”.
Dari pendapat para ahli tentang Fawatihus Suwar, dapat dilihat bahwa pentakwilan sebuah ayat sangat banyak macamnya. Hal ini boleh jadi didasari oleh pendidikan dan ilmu - ilmu yang dimilikinya serta kecenderungan mereka mengkaji Al-Qur’an secara lebih luas.

Urgensi Studi Fawatihus Suwar
Al-Qur’an memiliki banyak keistimewaan dari segi makna dan kebahasaan. Fawatihus suwar merupakan salah satu realitas keistimewaan misterius yang terdapat di dalam Al_Qur’an . Pemaparan tentang fawatihus Suwar, khusunya menyangkut Al-Huruf Al Muqotta’ah, tidak banyak bahkan hampir tidak ada yang berhasil mengungkapkan latar belakang ataupun keterangan yang valid yang secara historis bisa membuktikn hubungan - hubungan fawaitus suwar. Dari segi makna, memang banyak sekali penafsiran – penafsiran spekulatif terhadap huruf-huruf itu. Dikatakan spekulatif, karena penafsiran-penafsiran mengenai hal itu tidak didahului pengungkapan konteks historisnya. Lain halnya dengan Fawatihus Suwar dalam bentuk lain misalnya Al Qosam (sumpah), An Nida’ (seruan), Al Amr (perintah),Al Istifham (pertanyaan) dan lain -lain.
Urgensi telaah terhadap fawatihus suwar tidak terlepas dari konteks penafsiran Al-Qur’an. Pengggalian - penggalian makna yang terlebih dahulu melalui karakter bab ini, akan memberikan nuansa tersendiri, baik yang didasarkan pada data historis yang konkrit ataupunpenafsiran yang menduga - duga. Lebih dari itu tentu saja kita tetap meyakini eksistensi Al-Qur’an, kebesarannya, keagungannya, juga rahasia kemu’jizatannya.
Banyak sekali urgensi yang kita dapat dalam mengkaji Fawatih al-Suwar Adapun sebagian dari urgensinya sebagai berikut:
►Sebagai Tanbih ( peringatan ) dan dapat memberikan perhatian baik bagi nabi,maupun umatnya dan dapat menjadi pedoman bagi kehidapan ini.
►Sebagai pengetahuan bagi kita yang senantiasa mengkajinya bahwa dalam fawatih as-suwar banyak sekali hal-hal yang mengandung rahasia - rahasia Allah yang kita tidak dapat mengetahuinya,
►Sebagai motivasi untuk selalu mancari ilmu dan mendekatkan diri kepada Allah swt.
►Untuk menghilangkan keraguan terhadap al-Qur,an terutama bagi kaum islimin yang masih lemah imannya karena sangat mudah terpengaruh oleh perkataan musuh -musuh islam yang mengatakan bahwa al-qur’an itu adalah buatan Muhammad. dengan mengkaji Fawatih al-Suwar kita akan merasakan terhadap keindahan bahasa al-Qur’an itu sendiri bahwa al-Qur’an itu datang dari Allah swt.
Tabel Fawatih al-Suwar pada Surat al-Qur'an
Fawatih al-Suwar
Nama Surat
الم
Al-Baqarah, Ali Imran, al-Ankabut, al-Rum, Luqman dan al-Sajadah
المص
Al-A'raf
الر
Yunus, Hud, Yusuf, Ibrahim, al-Hijr Al-Ra'd
المر
Al-Ra'd
كهيعص
Maryam
طه
 Tha ha
طسم
Al-Syu'ara, al-Qashahs
طس
Al-Naml
يس
Yasin
ص
Shad

PENUTUP

Kesimpulan

Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami ambil dari makalah ini adalah: Fawatih as-suwar adalah pembuka-pembuka surat, karena posisinya di awal surat dalam al-quran menurut al-Qasthalani seluruh surat dalam al-quran dibuka dengan sepuluh macam pembukaan dan tidak ada satu surat pun yang keluar dari sepuluh macam tersebut, sedangkan menurut Ibnu abi al-Isba’ hanya lima macam saja
Para ulama berpendapat bahwa huruf-huruf fawatih as-suwar itu secara umum telah sedemikian azali maka banyak ulama yang tidak berani menafsirkannya dan tidak berani mengeluarkan pendapat yang tegas terhadap makna huruf-huruf tersebut.
Adapun urgensi mempelajari fawatih as-suwar itu secara pokok adalah sbagaimana supaya bertambah keimanan kita dan keyakinan kita terhadap kebenaran ayat-ayat Allah swt. Dan menjadi pedoman dalam kehidupan kita.

DAFTAR PUSTAKA


Al – Maliki al hasani, Muhammad. Samudra – Samudra Ilmu – ilmu Alqur’an ( Ringkasan Kitab Al- itqan fi ulum Al –qur’an karya Imam Jalal AdDin AsSuyuthi). Bandung : PT Arazy Mizan Pustaka
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih, kitab Ushuulun Fie At-Tafsir edisi Indonesia . 2 September 2006. Belajar Mudah Ilmu Tafsir Penerjemah Farid Qurusy, Jakarta : Pustaka As-Sunnah
Al-Utsaimin Hikmah, Muhammad bin Shalih. Jumat, 1 September 2006. dari Pembagian AL-Qur’an Menjadi Muhkam dan Mutasyabh www.almanhaj.or.id
Hakim, M. Baqir. Penerjemah ( Hashirul haq dkk ).2006.

Tukang Coding
Judul: AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIH
Review oleh: pramuka /riyan aulia | Roy Aswin Hendra Aulia
Update pada: 4:39 PM | Rating: 4.5

Comment for "AYAT MUHKAM DAN MUTASYABIH "

1 comments: